Sampai saat ini, perhatian masyarakat Indonesia dalam meningkatkan prestasi olah raga dan fungsi olah raga lainnya belum tampak. Salah satu bentuk peningkatan tersebut seyogyanya melalui pencegahan terjadinya cedera pada olah ragawan dan menangani cedera tersebut. Hal ini harus disadari karena cedera olah raga memiliki probabilitas tinggi untuk terjadi pada hampir seluruh jenis olah raga. Olah raga yang dimaksud dapat berupa olah raga permainan, prestasi, rekreasi, dan edukasi.
Minimnya perhatian dan pendidikan profesional olah raga dalam cedera olah raga, menarik PT BSN Medical Indonesia untuk turut berpartisipasi mengatasinya. Perusahaan ini mengundang pakar dan praktisi olah raga di Jakarta dan Surabaya, seperti guru olah raga, pelatih olah raga, serta olah ragawan profesional maupun amatir ke seminar dan pelatihan bertajuk “Sport Injuries Class: Taping- Strapping Concept”.
Menurut Dr. Ermita Ilyas, MS, AIFO, dokter ahli fisiologi olah raga, olah ragawan, terutama atletik, futsal, dan anggar, rentan mengalami cedera. Untuk itu, perlu dilakukan pencegahan dan perawatan serius terhadap cedera olah raga ini. Demikian ujar dosen Ilmu Faal di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini. Adapun menurut Ermita, cedera yang terjadi dapat berupa cedera primer, baru pertama terjadi; dan cedera sekunder atau cedera berulang. Struktur tubuh yang cedera dapat berupa jaringan lunak, kulit, dan tulang. Menurut dokter pemusatan pelatihan nasional (Pelatnas) ini, cedera pada tulang merupakan cedera yang membutuhkan waktu penyembuhan lebih lama dibanding cedera lainnya.
Acara yang dikemas di waktu dan tempat yang berbeda untuk ahli ortopedi ini juga menghadirkan DR. Dr. Andri Lubis, SpOT, di Jakarta; dan Dr. Nario Gunawan, SpOT, di Surabaya. Menurut Andri, kasus ortopedi salah satunya terjadi karena cedera olah raga. Namun, perhatian praktisi ortopedi Indonesia masih kurang. Ahli ortopedi yang mempelajari ortopedi kedokteran olah raga di Jepang ini, menyatakan bahwa masalah ortopedi pada kedokteran olah raga paling sering terjadi pada lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, pinggul, dan pergelangan kaki.
Lebih lanjut, Andri menjelaskan bahwa cedera pada lutut yang terjadi dapat berupa sobekan pada meniskus sendi, cedera pada ligamen terutama ligamen krusiata anterior maupun posterior, dan cedera pada ligamen kolateral medial. Sementara itu, pada bahu dapat terjadi dislokasi, sobekan pada rotator cuff, dan separasi akromioklavikular. Untuk menangani kasus pada sendi, baik diagnosis maupun terapi, Andri menyarankan untuk melakukan artroskopi.
Acara yang diadakan pada 18-21 Juni 2009 di Surabaya dan 23 Juni 2009 di Jakarta ini juga mengundang fisioterapis olah raga dari Australia, Andrew Hughes, untuk berbagi pengalaman mengenai pencegahan dan penanganan cedera olah raga di Negara Kanguru. Menurut Andrew, pencegahan cedera pada atlet memberi keuntungan yang lebih banyak. Cara pencegahan cedera tersebut, menurut Andrew, adalah taping. Taping atau balutan merupakan produk atau modalitas yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati cedera olah raga. “Taping yang baik adalah walaupun terdapat limitasi gerakan akibat pemakaiannya, tidak akan mengganggu performa dan teknik melakukan olah raga tersebut,” demikian ujar Andre yang sudah berkecimpung di dunia olah raga selama + 10 tahun.
Pria yang pernah menjadi fisioterapis tim Olimpiade Australia ini juga menyatakan bahwa taping dapat digunakan sebagai terapi. Tujuannya untuk melimitasi rotasi sendi saat luka. Akhirnya, taping dapat mengurangi rasa sakit, menopang sendi, memosisikan tubuh dengan baik, dan membantu tubuh berpostur dengan benar.
Segala jenis cedera olah raga maupun bukan olah raga, menurut bapak tiga anak ini, dapat diatasi dengan taping, terutama cedera yang melibatkan jaringan lunak seperti tendon, otot, fasia, dan ligamen. Selain itu, cedera seperti sobekan atau tarikan jaringan lunak dan keadaan inflamasi yang melibatkannya seperti tendonitis, fasiatis, dan bursitis juga dapat diselesaikan dengan taping.
Taping terdiri dari dua jenis, yaitu taping rigid dan elastis. Jenis rigid digunakan sebagai pencegahan cedera melalui limitasi pada sendi yang bergerak dan perlindungan pada struktur lembab. Sedangkan taping elastis digunakan dengan indikasi mengkompresi dan mendukung jaringan lunak seperti otot. Jenis elastis ini dapat memberikan percepatan pergerakan otot karena menempel di kulit tanpa tekanan.
Dalam kesempatan ini, Andrew memeragakan berbagai teknik taping yang sering dilakukan pada pergelangan kaki, lutut, siku, dan bahu. Setiap peserta, baik dalam sesi profesional olah raga maupun dokter, dapat pula meminta Andre memeragakan bagaimana aplikasi taping pada cedera lain yang pernah atau mungkin ditemui di lapangan.
SUMBER