Baru saja Anthony Sinisuka Ginting gagal menyelesaikan pertandingan pembuka dari final beregu putra badminton Asian Games 2018 melawan Shi Yu Qi dikarenakan mengalami kram di kaki kanan-nya.

Sehari sebelumnya Ginting juga kalah dari Kento Momota, padahal sudah unggul 15-8 di game penentuan. Hal ini menjadi target mudah bagi para penggemar tepokbulu yang masih tidak memahami dunia olahraga profesional (walau tepokbulu masih belum termasuk olahraga profesional) untuk mencerca Ginting.

Disatu sisi memang pantas Ginting untuk dikritik tapi tidak untuk dicerca apalagi dihina. Sebagai atlet nasional, Ginting harus kuat dan siap secara mental di dalam dan di luar lapangan.

Tapi pada babak final melawan Tiongkok, tidak ada sedikit pun alasan untuk mengkritik Ginting. Secara teknis dan strategi, Ginting sudah tepat melaksanakannya dilapangan. Mentalnya pun kuat dilapangan.

Alasan utama kekalahan Ginting di final adalah TIM PELATIH!

Tim pelatih gagal dalam mempersiapkan fisik Ginting. Sudah terlihat jelas bahwa fisik Ginting sudah ‘habis’ di semi final melawan Momota sampai tersusul dan kalah padahal sudah unggul jauh.

Itu menandakan bahwa persiapan tim pelatih menuju Asian Games tidak maksimal. Puncak nya adalah di babak final tgl 22 Agustus.

Sejak dari game kedua, Ginting sudah terlihat pucat. Tapi asupan cairan tidak dilakukan maksimal oleh Ginting. Terlihat Ginting sangat banyak mengeluarkan keringat tapi cairan yang diminum tidak mencukupi.

Tapi pelatih tidak terlihat memberikan nasehat saat waktu istirahat. Bisa diperkirakan bahwa faktor cairan ini tidak menjadi perhatian pelatih.

Tim pelatih, terutama tim nutrisi harusnya paham betul bahwa salah satu penyebab utama kram adalah kekurangan cairan/mineral. Pelatih dan pemain sudah seharusnya selalu diingatkan untuk mengganti cairan yang keluar melalui keringat dengan asupan minuman yang sesuai (bisa minuman isotonik atau air kelapa).

Akibat dari kekurangan cairan yang lainnya adalah kemampuan otak untuk memerintahkan otot. Ini akan mengakibatkan melambatnya reflek pemain. Yang tentunya tidak boleh terjadi pada pemain.

Jadi kegagalan Ginting di final beregu putra Asian Games adalah murni 100% kesalahan dari tim pelatih. Jangan sampai karena atlet yang ada dilapangan dijadikan sasaran cercaan.

Sudah seharus dan sewajibnya, pemain selalu didampingi pelatih saat pers konferensi. Para pewarta juga harus jeli untuk mengarahkan pertanyaan. Pastikan pelatih tidak luput dari pertanyaan.

Dengan mempertanyakan persiapan atau strategi ke pelatih, pewarta dan juga para komunitas tepokbulu bisa mengontrol dan menilai seberapa bagusnya tim pelatih kita di PBSI. Para pelatih pun akan lebih terlecut untuk selalu memperbaiki keseluruh cara melatih.

Semoga tulisan ini bisa sampai ke para pelatih, baik dari level klub sampai ke level nasional supaya atlet kita tidak berdiri sendirian saat kalah dan menerima cercaan.

Terima kasih kepada Ginting, semangat dan perjuangan mu akan terus dilanjutkan oleh anggota tim yang lainnya.