Perempat Final ganda putra Blibli Indonesia Open 2018 antara Kevin/Gideon lawan Mads/Contad berlangsung sangan seru dan berakhir bahagia.

Seru karena kedua pasangan saling susul menyusul angka dengan rally rally menarik dan pukulan lengkap serta skill tingkat tinggi.

Walaupun akhirnya Kevin/Gideon menang dengan rubber game, tapi banyak pihak yang menganggap Kevin/Gideon keterlaluan atau melampaui batas sportivitas saat memprotes dengan keras bahkan sampai menunjukkan jempol kebawah.

Pihak media, seperti biasanya, tidak banyak menulis dan meliput hal hal diluar prestasi. Tapi di dunia maya, seperti instagram, twitter dan youtube banyak bermunculan wacana atau topik yang menyudutkan Kevin/Gideon.

Hal negatif yang diangkat adalah tindakan protes yg keterlaluan saat angka 18-14 di game ke-3. Walaupun angka yang diprotes oleh Kevin/Gideon akhirnya tetap didapat oleh Kevin/Gideon.

Mari kita lihat apa yang terjadi saat itu.
1. Pada angka 14-18, Mads melakukan servis.
2. Kevin langsung menyerobot servis dan mengarahkan ke arah backhand lawan.
3. Mads berusaha menjangkau tapi tipis menyentuh raketnya dan kok jatuh tepat diatas garis samping.
4. Hakim garis menyatakan masuk.
5. Wasit mengupdate papan angka menjadi 14-19.
6. Mads mengangkat tangan menyatakan ‘challenge’.
7. Wasit memperbolehkan ‘challenge’.
8. Kevin/Gideon protes dan menjelaskan bahwa sudah terjadi ‘touch’ dan wasit seharusnya menyatakan ‘fault’ kepada Mads.
9. Wasit tetap memperbolehkan ‘challenge.
10. Hasil ‘hawk eye’ in.
11. Angka untuk Kevin/Gideon.

Dari perincian diatas jelas bahwa ada kejadian non teknis.
1. Wasit tidak melihat Mads melakukan ‘touch’ dan Mads tidak mengakui ‘touch’.
2. Mads telat melakukan ‘challenge’.
3. Wasit memperbolehkan ‘challenge’.
4. Kevin/Gideon melakukan protes keras.

Dari data diatas, kita harus merujuk pada aturan tepokbulu yang berlaku untuk melihat apa, siapa dan bagaimana pelanggaran (bila ada) yang terjadi.

Untuk poin no 1, jelas diatur bahwa jika kok telah menyentuk raket namun kok tidak melampaui net, maka pukulan dinyatakan ‘fault. Tapi jika wasit silap, tidak melihat kejadian, wasit tidak dapat melakukan fault. Bagi Mads, jelas dia tahu apakah dia touch atau tidak. Disini jelas bahwa Mads sebenernya sudah ‘bermain’ di hal non teknis.

Untuk poin no 2, jelas diatur bahwa ‘challenge’ harus dilakukan segera setelah kok menyentuh lapangan dan hakim garis memutuskan. Disini Mads terlihat lambat dalam melakukan challenge. Dia melakukan challenge setelah berbalik badan, berjalan 6 langkah dan melihat kearah pelatih. Disini jelas bahwa Mads sebenernya sudah ‘bermain’ di hal non teknis.

Untuk poin no 3, jelas diatur seperti ulasan no 2. Wasit punya kewenangan untuk tidak mengabulkan ‘challenge. Disini wasit jelas terlihat sangat tidak berpengalaman. Wasit berpengalaman akan berani menolak, karena pukulan tersebut jelas 101% masuk (tanpa bantuan hawk eye). Kalaupun diberikan ‘challenge’ hasil tidak akan berubah. Dan keputusan menolak ‘challenge’ dapat meredam protes yg akan dilakukan Kevin/Gideon.

Untuk poin no 4, jelas diatur bahwa protes boleh dilakukan dengan cara yang sopan dan tetap menjunjung tinggi ‘player code of conduct’. Protes Kevin/Gideon dilakukan dengan cara yang pantas, tidak merusak apapun. Tapi, memasuki lapangan lawan sudah diambang batas.

Jadi, apakah Kevin/Gideon pantas disalahkan atas kejadian tsb?

Bagi nubie, Kevin/Gideon memliki hak 10000% untuk melakukan protes. Apalagi mereka adalah unggulan dan bermain di rumah sendiri. Mereka adalah ganda peringkat 1 dunia dengan gelar yang sangat banyak. Sangat wajar pemain bintang menyuarakan kemungkinan ketidakadilan wasit di lapangan.

Apakah ada yang bisa diperbaiki dari kasus ini supaya Kevin/Gideon dapat mendapatkan perlakuan yang lebih adil di kemudian hari?
Jawabannya: SANGAT BANYAK.

Ini beberapa pendapat/saran nubie:
1. Peran pelatih harus lebih dominan untuk kasus seperti ini. Pelatih harus mampu menenangkan pemain, apalagi saat kejadian, Kevin/Gideon jauh diatas angin. Pelatih harus berani masuk lapangan (walaupun bisa dikatakan melanggar aturan) komunikasi dengan wasit dan menenangkan pemain. Intinya pelatih harus mengambil alih keadaan supaya emosi pemain terjaga dan poin selanjutnya pemain bisa tetap bermain normal.
2. Kevin/Gideon harus bisa lebih baik dalam berkomunikasi dengan wasit menggunakan bahasa Inggris. Terutama dalam menggunakan istilah teknis mengenai aturan resmi tepokbulu. Bila perlu mengingat poin sekian sekian untuk kasus ini. Pastilah wasit tidak akan berani melawan pemain yang paham mengenai aturan yang berlaku.
3. PBSI harus berani untuk mempertanyakan kualitas referee dan para wasit disetiap turnamen. Jika terjadi sebuah kasus, PBSI harus melayangkan surat protes resmi kepada BWF. Rekam semua komunikasi protes. Jika dalam 1 tahun, tidak ada perbaikan, akumulasi protes lebih dari 3 kejadian, sudah sepantasnya pengurus PBSI langsung membicarakan hal tsb langsung kepada ketua bwf.
4. Pemain, pelatih dan pengurus harus pro-aktif memantau penempatan wasit/hakim servis disetiap turnamen. Jika wasit yang sudah terkenal sentimen dengan pemain PBSI, sebaiknya langsung dikomunikasikan ke referee untuk diawasi lebih ketat saat memimpin pertandingan.

Janganlah mudah menyalahkan Kevin/Gideon. Mereka ini sudah menjadi pemain bintang. Sudah sepantasnya pemain bintang bersuara jika diperlakukan tidak adil.

Kevin/Gideon sudah menahan emosi di pertandingan tsb, sejak awal ‘drive serve’ (bukan lagi flick serve, sejak aturan ‘batang raket harus menunjuk kebawah dihapuskan’) lawan merusak konsentrasi mereka. Wasit mempermasalahkan saat Gideon ‘memainkan’ raketnya. Ditambah lagi suasana istora yang menuntut mereka untuk selalu menang, kenangan pahit saat dikalahkan pemain Denmark, dll.

Wajar pemain bintang meminta seorang wasit dengan kemampuan yang baik untuk memimpin pertandingan mereka. Disinilah peran referee yang harus jeli menentukan siapa yg menjadi wasit di pertandingan ‘bintang’. Jangan sembarangan mengusung wasit ‘junior’ dengan kemampuan yg sangat minim.

Semoga di turnamen besar, hal non teknis tidak terjadi apalagi sampai merugikan pemain Indonesia. Kalaupun terjadi, para pemain dan pelatih PBSI wajib siap dengan pengetahuan untuk menghadapi hal tsb, karena ini adalah bagian dari persiapan ‘mental’.

Semoga bermanfaat.